Hari ini aku ingin
sekali bercerita tentang kata “together”,
dalam Bahasa Indonesia artinya “bersama”. Baru-baru ini juga aku lihat di akun
Instagram ada yang mengunggah foto bayangan perempuan bertubuh ramping sekali yang
seluruh tubuhnya berwarna hitam. Di gambar itu ada tulisan “jika kamu ingin
bersamanya maka kamu harus to-get-her.
Sederhana sekaligus memancing tawa. Sedikit menggelitik hatiku.
Aku ingat berapa lama
kita bersama. Makan sering berdua, membelah jalan kota berdua, bertengkar
berdua sering pula, aku sering buatkan tugas kuliahmu dan kau juga, mungkin
hanya dua hal yang tak kita kerjakan bersama yaitu mandi dan tidur bersama. Hah,
jangan bicara soal antar jemput kuliah, kaulah rajanya. Hati kita takkan tenang
jika belum bersua, minimal kalau tidak aku yang mengata-ngataimu, maka kaulah
yang menggodaku.
Sedari pagi
handphone-ku berdering. Sengaja tak kuangkat karena itu memang bukan panggilan
telepon dari seberang. Di layar handphone ukuran 6x13 itu tertulis “21 Februari
2011 the first met with him”. Jika
kau bingung, aku akan jelaskan. Itu tanggal pertama kali aku kenal kau di dalam
lingkaran cincin sumur yang tak jadi dibenamkan ke dasar tanah yang belakangan
kita sebut lorong rahasia. Ya, kau yang sering berdua denganku, kau yang hanya
tak bersamaku saat mandi dan tidur.
Silahkan kau hitung
saja sudah berapa masa kita habiskan sampai sekarang. Sudah hampir tiga tahun
dan semakin dekat rasanya untuk berpisah dengan kebersamaan ini. Umur yang
selalu bertambah setiap hari menuntutku untuk realistis. Kebiasaan kita yang
sering berdua tampaknya tak patut lagi. Kini kita sibuk sekali dengan urusan
masing-masing. Kau lebih dulu meninggalkanku sedang aku mengurus skripsi-sendirian.
Kembali ke masalah
together, kebersamaan yang dulu membuat kita dekat hingga ke ubun-ubun.
Maksudnya hampir saja kita rasanya punya hubungan batin saking seringnya
bersama. Terlebih kita punya lorong rahasia di kampus tempat melepas lelah dan
bersenda gurau, lari dari kuliah yang kadang terasa membosankan serta melakukan
hal-hal yang menurut kita bermanfaat, padahal sekarang aku menyadari bahwa
betapa seringnya kita buang-buang masa di lorong itu. Tapi memang kebiasaan
membuang-buang waktu itu yang membuat kita menjadi sering together.
Supaya kau tak lupa,
akan ku ceritakan kembali tentang lorong rahasia. Kala itu aku lelah sekali,
lari dari kegiatan kuliah yang saat itu terasa sangat membosankan sepertinya
adalah jalan yang baik saat itu. Matahari juga berkejar-kejaran dengan
langkahku yang semakin melaju membelah lapangan bola yang menganga di tengah-tengah
gedung kampus. Mungkin matahari marah saat itu aku sengaja bolos kuliah,
sehingga tak puas-puas ia muntahkan panas dan menghukumku dengan keringat
sebesar biji jagung. Cincin sumur yang ku sebut polongan tergolek santai di
sudut lapangan hijau yang jarang sekali di datangi orang. Memang sudut ini tak
jadi bagian dari lapangan bola lagi, tapi asyik sekali tampaknya untuk
menghindar dari matahari yang mulai mabuk.
Tubuhnya seperti tabung
yang tak punya tutup dan pantat menggodaku untuk masuk ke dalam lingkaran cincin
dan bersandar melepas lelah dan menikmati dosa tak masuk kuliah. Tubuhku juga
ikut melengkung mengikuti postur lingkaran cincin sumur ini. Sejuk sekali, seperti ditiup-tiup malaikat
saja rasanya.Hari ini aku ingin
sekali bercerita tentang kata “together”,
dalam Bahasa Indonesia artinya “bersama”. Baru-baru ini juga aku lihat di akun
Instagram ada yang mengunggah foto bayangan perempuan bertubuh ramping sekali yang
seluruh tubuhnya berwarna hitam. Di gambar itu ada tulisan “jika kamu ingin
bersamanya maka kamu harus to-get-her.
Sederhana sekaligus memancing tawa. Sedikit menggelitik hatiku.
Aku ingat berapa lama
kita bersama. Makan sering berdua, membelah jalan kota berdua, bertengkar
berdua sering pula, aku sering buatkan tugas kuliahmu dan kau juga, mungkin
hanya dua hal yang tak kita kerjakan bersama yaitu mandi dan tidur bersama. Hah,
jangan bicara soal antar jemput kuliah, kaulah rajanya. Hati kita takkan tenang
jika belum bersua, minimal kalau tidak aku yang mengata-ngataimu, maka kaulah
yang menggodaku.
Sedari pagi
handphone-ku berdering. Sengaja tak kuangkat karena itu memang bukan panggilan
telepon dari seberang. Di layar handphone ukuran 6x13 itu tertulis “21 Februari
2011 the first met with him”. Jika
kau bingung, aku akan jelaskan. Itu tanggal pertama kali aku kenal kau di dalam
lingkaran cincin sumur yang tak jadi dibenamkan ke dasar tanah yang belakangan
kita sebut lorong rahasia. Ya, kau yang sering berdua denganku, kau yang hanya
tak bersamaku saat mandi dan tidur.
Silahkan kau hitung
saja sudah berapa masa kita habiskan sampai sekarang. Sudah hampir tiga tahun
dan semakin dekat rasanya untuk berpisah dengan kebersamaan ini. Umur yang
selalu bertambah setiap hari menuntutku untuk realistis. Kebiasaan kita yang
sering berdua tampaknya tak patut lagi. Kini kita sibuk sekali dengan urusan
masing-masing. Kau lebih dulu meninggalkanku sedang aku mengurus skripsi-sendirian.
Kembali ke masalah
together, kebersamaan yang dulu membuat kita dekat hingga ke ubun-ubun.
Maksudnya hampir saja kita rasanya punya hubungan batin saking seringnya
bersama. Terlebih kita punya lorong rahasia di kampus tempat melepas lelah dan
bersenda gurau, lari dari kuliah yang kadang terasa membosankan serta melakukan
hal-hal yang menurut kita bermanfaat, padahal sekarang aku menyadari bahwa
betapa seringnya kita buang-buang masa di lorong itu. Tapi memang kebiasaan
membuang-buang waktu itu yang membuat kita menjadi sering together.
Supaya kau tak lupa,
akan ku ceritakan kembali tentang lorong rahasia. Kala itu aku lelah sekali,
lari dari kegiatan kuliah yang saat itu terasa sangat membosankan sepertinya
adalah jalan yang baik saat itu. Matahari juga berkejar-kejaran dengan
langkahku yang semakin melaju membelah lapangan bola yang menganga di tengah-tengah
gedung kampus. Mungkin matahari marah saat itu aku sengaja bolos kuliah,
sehingga tak puas-puas ia muntahkan panas dan menghukumku dengan keringat
sebesar biji jagung. Cincin sumur yang ku sebut polongan tergolek santai di
sudut lapangan hijau yang jarang sekali di datangi orang. Memang sudut ini tak
jadi bagian dari lapangan bola lagi, tapi asyik sekali tampaknya untuk
menghindar dari matahari yang mulai mabuk.
Tubuhnya seperti tabung
yang tak punya tutup dan pantat menggodaku untuk masuk ke dalam lingkaran cincin
dan bersandar melepas lelah dan menikmati dosa tak masuk kuliah. Tubuhku juga
ikut melengkung mengikuti postur lingkaran cincin sumur ini. Sejuk sekali, seperti ditiup-tiup malaikat
saja rasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar