Minggu, 28 Desember 2014

Why Together not To-Get-Her #1

Hari ini aku ingin sekali bercerita tentang kata “together”, dalam Bahasa Indonesia artinya “bersama”. Baru-baru ini juga aku lihat di akun Instagram ada yang mengunggah foto bayangan perempuan bertubuh ramping sekali yang seluruh tubuhnya berwarna hitam. Di gambar itu ada tulisan “jika kamu ingin bersamanya maka kamu harus to-get-her. Sederhana sekaligus memancing tawa. Sedikit menggelitik hatiku.
Aku ingat berapa lama kita bersama. Makan sering berdua, membelah jalan kota berdua, bertengkar berdua sering pula, aku sering buatkan tugas kuliahmu dan kau juga, mungkin hanya dua hal yang tak kita kerjakan bersama yaitu mandi dan tidur bersama. Hah, jangan bicara soal antar jemput kuliah, kaulah rajanya. Hati kita takkan tenang jika belum bersua, minimal kalau tidak aku yang mengata-ngataimu, maka kaulah yang menggodaku.
Sedari pagi handphone-ku berdering. Sengaja tak kuangkat karena itu memang bukan panggilan telepon dari seberang. Di layar handphone ukuran 6x13 itu tertulis “21 Februari 2011 the first met with him”. Jika kau bingung, aku akan jelaskan. Itu tanggal pertama kali aku kenal kau di dalam lingkaran cincin sumur yang tak jadi dibenamkan ke dasar tanah yang belakangan kita sebut lorong rahasia. Ya, kau yang sering berdua denganku, kau yang hanya tak bersamaku saat mandi dan tidur.
Silahkan kau hitung saja sudah berapa masa kita habiskan sampai sekarang. Sudah hampir tiga tahun dan semakin dekat rasanya untuk berpisah dengan kebersamaan ini. Umur yang selalu bertambah setiap hari menuntutku untuk realistis. Kebiasaan kita yang sering berdua tampaknya tak patut lagi. Kini kita sibuk sekali dengan urusan masing-masing. Kau lebih dulu meninggalkanku sedang aku mengurus skripsi-sendirian.

Kembali ke masalah together, kebersamaan yang dulu membuat kita dekat hingga ke ubun-ubun. Maksudnya hampir saja kita rasanya punya hubungan batin saking seringnya bersama. Terlebih kita punya lorong rahasia di kampus tempat melepas lelah dan bersenda gurau, lari dari kuliah yang kadang terasa membosankan serta melakukan hal-hal yang menurut kita bermanfaat, padahal sekarang aku menyadari bahwa betapa seringnya kita buang-buang masa di lorong itu. Tapi memang kebiasaan membuang-buang waktu itu yang membuat kita menjadi sering together.
Supaya kau tak lupa, akan ku ceritakan kembali tentang lorong rahasia. Kala itu aku lelah sekali, lari dari kegiatan kuliah yang saat itu terasa sangat membosankan sepertinya adalah jalan yang baik saat itu. Matahari juga berkejar-kejaran dengan langkahku yang semakin melaju membelah lapangan bola yang menganga di tengah-tengah gedung kampus. Mungkin matahari marah saat itu aku sengaja bolos kuliah, sehingga tak puas-puas ia muntahkan panas dan menghukumku dengan keringat sebesar biji jagung. Cincin sumur yang ku sebut polongan tergolek santai di sudut lapangan hijau yang jarang sekali di datangi orang. Memang sudut ini tak jadi bagian dari lapangan bola lagi, tapi asyik sekali tampaknya untuk menghindar dari matahari yang mulai mabuk.

Tubuhnya seperti tabung yang tak punya tutup dan pantat menggodaku untuk masuk ke dalam lingkaran cincin dan bersandar melepas lelah dan menikmati dosa tak masuk kuliah. Tubuhku juga ikut melengkung mengikuti postur lingkaran cincin sumur ini.  Sejuk sekali, seperti ditiup-tiup malaikat saja rasanya.Hari ini aku ingin sekali bercerita tentang kata “together”, dalam Bahasa Indonesia artinya “bersama”. Baru-baru ini juga aku lihat di akun Instagram ada yang mengunggah foto bayangan perempuan bertubuh ramping sekali yang seluruh tubuhnya berwarna hitam. Di gambar itu ada tulisan “jika kamu ingin bersamanya maka kamu harus to-get-her. Sederhana sekaligus memancing tawa. Sedikit menggelitik hatiku.
Aku ingat berapa lama kita bersama. Makan sering berdua, membelah jalan kota berdua, bertengkar berdua sering pula, aku sering buatkan tugas kuliahmu dan kau juga, mungkin hanya dua hal yang tak kita kerjakan bersama yaitu mandi dan tidur bersama. Hah, jangan bicara soal antar jemput kuliah, kaulah rajanya. Hati kita takkan tenang jika belum bersua, minimal kalau tidak aku yang mengata-ngataimu, maka kaulah yang menggodaku.
Sedari pagi handphone-ku berdering. Sengaja tak kuangkat karena itu memang bukan panggilan telepon dari seberang. Di layar handphone ukuran 6x13 itu tertulis “21 Februari 2011 the first met with him”. Jika kau bingung, aku akan jelaskan. Itu tanggal pertama kali aku kenal kau di dalam lingkaran cincin sumur yang tak jadi dibenamkan ke dasar tanah yang belakangan kita sebut lorong rahasia. Ya, kau yang sering berdua denganku, kau yang hanya tak bersamaku saat mandi dan tidur.
Silahkan kau hitung saja sudah berapa masa kita habiskan sampai sekarang. Sudah hampir tiga tahun dan semakin dekat rasanya untuk berpisah dengan kebersamaan ini. Umur yang selalu bertambah setiap hari menuntutku untuk realistis. Kebiasaan kita yang sering berdua tampaknya tak patut lagi. Kini kita sibuk sekali dengan urusan masing-masing. Kau lebih dulu meninggalkanku sedang aku mengurus skripsi-sendirian.
Kembali ke masalah together, kebersamaan yang dulu membuat kita dekat hingga ke ubun-ubun. Maksudnya hampir saja kita rasanya punya hubungan batin saking seringnya bersama. Terlebih kita punya lorong rahasia di kampus tempat melepas lelah dan bersenda gurau, lari dari kuliah yang kadang terasa membosankan serta melakukan hal-hal yang menurut kita bermanfaat, padahal sekarang aku menyadari bahwa betapa seringnya kita buang-buang masa di lorong itu. Tapi memang kebiasaan membuang-buang waktu itu yang membuat kita menjadi sering together.
Supaya kau tak lupa, akan ku ceritakan kembali tentang lorong rahasia. Kala itu aku lelah sekali, lari dari kegiatan kuliah yang saat itu terasa sangat membosankan sepertinya adalah jalan yang baik saat itu. Matahari juga berkejar-kejaran dengan langkahku yang semakin melaju membelah lapangan bola yang menganga di tengah-tengah gedung kampus. Mungkin matahari marah saat itu aku sengaja bolos kuliah, sehingga tak puas-puas ia muntahkan panas dan menghukumku dengan keringat sebesar biji jagung. Cincin sumur yang ku sebut polongan tergolek santai di sudut lapangan hijau yang jarang sekali di datangi orang. Memang sudut ini tak jadi bagian dari lapangan bola lagi, tapi asyik sekali tampaknya untuk menghindar dari matahari yang mulai mabuk.
Tubuhnya seperti tabung yang tak punya tutup dan pantat menggodaku untuk masuk ke dalam lingkaran cincin dan bersandar melepas lelah dan menikmati dosa tak masuk kuliah. Tubuhku juga ikut melengkung mengikuti postur lingkaran cincin sumur ini.  Sejuk sekali, seperti ditiup-tiup malaikat saja rasanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar